SATE Tulang? Apa bisa tulang dimasukkan ke tusukan? Bagaimana bentuknya? Dan berbagai pertanyaan lainnya pun bermunculan. Namun, itulah menu andalan Kedai Sate Tulang Eldorado milik Stevanus yang terletak di pelataran parkir Apartemen Wisma Gading Permai Kelapagading, Jakarta Utara.
Mengapa bernama sate tulang? Stevanus menjelaskan bahwa sebutan itu dipakai karena daging ayam yang menjadi isi tusukan memang dipilih yang mengandung tulang. "Sate tulang kami merupakan jenis sate yang berbahan dasar ayam. Kami khusus menggunakan bagian punggung ayam, makanya terdapat tulang dalam satenya," tutur Stevanus kepada Warta Kota beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan proses penusukan ayam bertulang ke tusukan sate memang memerlukan teknik khusus. Sesuai dengan judul kedainya, sate tulang memang merupakan hidangan khas Banjarmasin Kalimantan. "Namun tidak sepopuler soto banjar yang telah merambah perkotaan. Sate tulang kebanyakan berkembang di daerah perkampungan. Kebetulan Oma dan Opa saya berasal dari sana," kata pria berjenggot tersebut.
Perbedaan racikan sate tulang khas Banjarmasin dengan sate ayam umumnya adalah pada bumbu. Jika kebanyakan sate ayam menggunakan bumbu kacang, ia lebih menonjolkan cabai merah giling sebagai bumbu hidangannya.
"Bumbunya pakai cabai merah giling, makanya warnanya merah. Banyak yang bilang mirip saus sambal yang beredar di pasaran. Namun rasanya pasti beda, rasanya pedas manis," ujar pria asal Banjarmasin, itu.
Menurutnya, soal bumbu sebetulnya di Banjarmasin pun memilik beberapa perbedaan tergantung latar yang memasak. Apabila mengambil versi orang pribumi maka bumbu yang digunakan adalah sambal kacang, namun jika yang mengolah merupakan keturunan China, sebagaimana dirinya, maka cabai gilinglah yang biasa digunakan.
Selain menu sate tulang, Stevanus juga punya menu lain yang tak jarang menjadi tandem sate tulang, yaitu soto banjar. Untuk soto yang menggunakan suwiran ayam tersebut, Eldorado menggunakan kuah bening. "Sebagaimana sate, soto banjar juga memiliki perbedaan tergantung latar pemasaknya. apabila pribumi mereka biasa pakai santan. Kalau keturunan ada yang pakai susu ada juga yang bening," katanya.
Setelah puas mengupas hidangan bersama sang pemilik, sekarang saatnya menyantap si tulang yang sedari tadi membuat penasaran. Tak lupa dengan sang tandem soto banjarnya.
Tak lama berselang makanan siap di hadapan saya. Sate dengan potongan isian ayam bagian punggung dalam ukuran cukup besar berjumlah sepuluh tusuk. Disajikan dalam sebuah piring, terpisah dari bumbu merah khas-nya. Meski akan menemukan tekstur keras dari tulang ketika menyantap, namun ada rasa khas dari tulang yang otomatis menjadi wajah tersendiri dalam hidangannya.
Tulangnya jadi bumbu
Saat digigit tentu sedikit keras karena gigi beradu dengan tulang. Perkara rasa, sate yang disantap tanpa bumbu merah didominasi oleh rasa manis yang menentramkan lidah. Meski terdapat aksen keras namun setelah dikunyah kenikmatanya semakin kentara. Meski ada tulang bukan berarti tanpa daging.
Karena bagian punggung ayam dekat dengan tulang dan juga kulit maka otomatis dagingnya pun amat lembut dan sedikit berlemak. Hal itu yang membuat rasanya sangat khas di lidah. Juicy, empuk, dan manis, namun tetap berjuang karena harus memisahkan daging dari tulangnya.
Intinya hidangan ini memiliki rasa khas yang masih belum ditemukan padanannya dalam kosakata lidah saya. Benar apa yang diucapkan Setavanus sebelumnya bahwa tulang belakangnya sendiri menjadi bumbu khusus hidangan tersebut. Betul-betul hidangan yang layak dijadikan referensi.
Saking nikmatnya saya sampai lupa belum menambahkan bumbu merah untuk melengkapi keabsahan hidangan tersebut. Bumbu merah cukup kental mirip saus sambal itu kemudian segera saya tambahkan ke sate.
Saat disantap peran bumbu merahnya jelas semakin memperkaya dimensi rasa hidangan tersebut. Jika sebelumnya manis merajalela kini terdapat rasa pedas yang sangat sopan menyelinap di indera perasa. Makin lengkaplah konsolidasi rasanya.
Kemudian soto banjar yang disajikan dengan kuah bening. Di dalamya terdapat soun, keripik kentang, suwiran ayam, potongan telur, dan perkedel. Rasa kuahnya benar-benar bersahabat di mulut. Tak ada sebuah tendangan bumbu yang mengejutkan, rasanya yang harmonis cocok menjadi tandem sate yang memberikan gejolak rasa lebih pada lidah. Tapi jelas satenya lebih oke menurut saya.
Dinda (24) salah seorang pengunjung yang hadir juga mengakui sedapnya hidangan sete tulang Eldorado. "Bumbunya dan rasa dagingnya emang jempol deh. Tapi buat orang yang pakai behel seperti saya memang rada repot sama tulangnya. Kesimpulannya tetap mantap," ujarnya.
Dalam sehari kedai Eldorado rata-rata menghabiskan 400 tusuk sate tulang yang berarti 15 kilogram ayam bagian punggung. Sedangkan untuk sotonya, Stevanus mengaku 30 porsi habis per harinya. Adapun omzet harian kedainya rata-rata mencapai Rp 2 juta.
Selain menu sate tulang, Eldorado juga menyajikan berbagai varian sate lainnya, yaitu daging ayam, kulit ayam, dan brutu ayam yang seporsi (berisi 10 tusuk) seharga Rp 30.000. Sedangkan untuk soto banjarnya dibanderol seharga Rp 17.000. "Cakupan harga keseluruhan berkisar antara Rp 1.500 - Rp 30.000," imbuh Stevanus.
Kedai sate berbentuk tenda sederhana tersebut buka setiap hari mulai pukul 18.00 hingga 23.30. Stevanus mengaku saat akhir pekan merupakan waktu sibuk di tempat usahanya.
Bagi Anda di sekitaran Kelapagading tak sabar mencicipi sate Eldorado, namun merasa berat berkunjung langsung tak masalah karena layanan pesan antar jadi solusinya. Tinggal hubungi nomor (021)97777283 atau 087878777283 (Stevanus) Anda bisa menuntaskan rasa penasaran. Selain pesan antar Eldorado juga melayani acara pesta, seperti perayaan hari besar keagamaan, maupun ulang tahun. (m11)
No comments:
Post a Comment